Daerah ini memiliki jenis tanah liat, dengan struktur tanah yang tidak teratur tetapi cukup subur, dengan daerah perairan atau rawa yang cukup dominan. Mata pencaharian warga sekitar berupa petani, peternak bebek dan pemancing ikan, menjadikan daerah ini sangat ideal bagi mereka.
Sebagian besar rawa ini ditutupi oleh tanaman terapung eceng gondok (Eichornia crassipes) atau dalam bahasa Banjar lebih dikenal dengan nama ilung. Tanaman hias asal Brazil yang pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ahli botani berkebangsaan Jerman Carl Friedrich Philipp von Martius ini, dapat mentolerir perubahan yang ektrim dari ketinggian air, laju air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan eceng gondok berlangsung cepat, terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Tanaman ini berperan dalam menangkap polutan logam berat dan dapat menyerap residu pestisida contohnya residu 2.4-D dan paraquat. Selain itu dahan eceng gondok adalah serat selulosa yang dapat diolah untuk berbagai keperluan, seperti barang kerajinan maupun bahan bakar pembangkit tenaga listrik. Barang kerajinan tersebut sekarang sudah beraneka ragam, dari mulai sandal, tas, sepatu, dsb. Namun, masyarakat disarankan untuk tidak memberikan eceng gondok sebagai pakan pada ternak karena polutan yang diserapnya bisa terakumulasi dalam daging ternak yang jika dikonsumsi dalam jumlah besar dapat membahayakan manusia sebagai konsumen.
Selain eceng gondok daerah ini juga ditumbuhi tumbuhan teratai (Nymphaea nouchali). Tumbuhan asal Mesir ini hidup di permukaan air yang tenang. Bunga dan daun terdapat di permukaan air, keluar dari tangkai yang berasal dari rizoma yang berada di dalam lumpur pada dasar kolam, sungai atau rawa. Tangkai terdapat di tengah-tengah daun. Daun berbentuk bundar atau bentuk oval yang lebar yang terpotong pada jari-jari menuju ke tangkai.
Bunga teratai menjadi salah satu ornamen ukiran yang sangat indah. Salah satunya adalah ornamen ukiran teratai (Kambang Talipuk) pada Rumah Bubungan Tinggi Anjungan Kalimantan Selatan TMII Jakarta.
Selain eceng gondok dan teratai, daerah ini di tumbuhi oleh padi (Oryza sativa), putri malu (Mimosa pudica), pisang (Musa paradisiaca), jeruk manis (Citrus sinensis), kalakai (Stenochiaena palustris), dan alang-alang (Imperata cylindrica). Warga disini memang memanfaatkan daerah yang subur ini untuk menanam padi dan sebagian jeruk manis. Sedangkan tumbuhan kalakai tumbuh liar disini. Warga biasanya memanfaatkan kalakai untuk dijadikan sayur. Ternyata selain enak untuk dijadikan sayur, kalakai bermanfaat untuk meredakan demam, mengobati penyakit kulit dan menambah darah. Selain itu tumbuhan alang-alang juga dapat dimanfaatkan untuk menjinakkan batu ginjal, dengan melancarkan urine dan meluruhkan batu.
Untuk fauna daerah ini dihuni oleh puluhan spesies ikan. Tetapi yang paling dominan adalah ikan gabus (Channa striata), ikan betok (Anabas testudineus), dan ikan sepat (Trichogaster pectoralis). Selain itu juga ada kodok sawah (Fejervarya cancrivora). Daerah luas berair ini juga dimanfaatkan sebagian warga untuk memelihara bebek.
Ikan gabus di kalimantan selatan lebih dikenal dengan nama haruan. Ikan ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Ikan gabus yang kebanyakan dijual dalam keadaan hidup, merupakan sumber protein yang cukup penting bagi masyarakat desa, khususnya yang berdekatan dengan wilayah berawa atau sungai. Diketahui bahwa ikan ini sangat kaya akan albumin, salah satu jenis protein penting. Albumin diperlukan tubuh manusia setiap hari, terutama dalam proses penyembuhan luka-luka. Pemberian daging ikan gabus atau ekstrak proteinnya telah dicobakan untuk meningkatkan kadar albumin dalam darah dan membantu penyembuhan beberapa penyakit. Warga menangkap ikan ini dengan memancingnya, dengan umpan berupa serangga atau anak kodok, ikan gabus terbilang cukup mudah untuk dipancing. Namun giginya yang tajam dan sambaran serta tarikannya yang kuat, dapat dengan mudah memutuskan tali pancing.
Dari hasil pengamatan dilapangan, salah satu fungsi dari rawa ini adalah sebagai filter atau penyaring yang dapat menjernihkan air yang semula keruh kemudian keluar dari rawa ini dalam kondisi jernih. Hal ini dikarenakan adanya tumbuh-tumbuhan rawa yang dapat menghambat laju aliran air sehingga dapat mengendapkan sedimen suspensi dari air tersebut. Hal ini dibuktikan dengan perbedaan kejernihan air yang melewati sekumpulan enceng gondok dari yang sebelumnya keruh menjadi lebih jernih. Kondisi ini sangat cocok bagi ikan dan burung (beberapa unggas) sebagai tempat untuk berkembang biak. Melimpahnya air ini juga berfungsi sebagai sumber air minum bagi beberapa hewan di saat terjadi musim kemarau atau kekeringan. Daerah ini juga sangat subur dan dimanfaatkan warga untuk bercocok tanam padi.
Ternyata sebuah daerah di pinggiran kota Martapura menyimpan segudang potensi sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Asal potensi tersebut dapat dikembangkan dan ekspoitasi secara maksimal, tidak berlebih-lebihan, dan tanpa melupakan fungsi dari lahan basah tersebut.
Mari kita hijaukan kembali bumi kita yang sudah mulai panas ini. Kita mulai dari menjaga dan melindungi lingkungan di sekitar kita. Melestarikannya untuk anak cucu kita. Dan mempertahankannya untuk bumi kita tercinta ini.
One Earth One Hearth.. Save Our Earth, Go to Green World..
Data singkat
->Lokasi : Desa Tungkaran, kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan
->Letak geografis : 3o23'55.7"S dan 114o49'32.5"E
->Landscape : jenis tanah liat, dengan struktur tanah yang tidak teratur tetapi cukup subur, didominasi dengan daerah perairan atau rawa
->Flora : Eceng gondok (Eichornia crassipes), padi (Oryza sativa), pisang (Musa paradisiaca), jeruk manis (Citrus sinensis), teratai (Nymphaea nouchali), kalakai (Stenochiaena palustris), dan alang-alang (Imperata cylindrica)
->Fauna : ikan gabus (Channa striata), ikan betok (Anabas testudineus), kodok sawah (Fejervarya cancrivora), dan ikan sepat (Trichogaster pectoralis)